Senin, 15 Agustus 2011

Cinta Itu Tak Buta (Cerpen)

Diposting oleh adindanovita.blogspot.com di 8/15/2011 09:23:00 PM
Aku termenung sendiri di teras rumahku, entah apa yang sedang ku pikirkan. Mungkin menurut orang yang tak mengenalku, duniaku ini terasa membosankan, tapi itu semua salah. Nyatanya aku masih bisa tersenyum, tertawa, bahkan menangis. Ya, aku memang tak seperti manusia normal lainnya. Hanya satu yang membedakan diriku dengan mereka. Namaku Mawar Febriani, aku berusia 16 tahun, seharusnya aku sekarang duduk di bangku kelas 11. Namun itu hanya untuk anak anak normal, faktanya aku berbeda dengan yang lainnya. Duniaku gelap. Yap, aku seorang penderita tunanetra. Sekali lagi, mungkin mereka mengira duniaku ini benar benar gelap gulita, tetapi tidak. Duniaku yang gelap ini memiliki secercah sinar, warna dan lainnya, meskipun aku tak dapat melihat semua itu, tapi aku dapat merasakannya. Secercah sinar dan warna tersebut karena aku memiliki orang orang yang menyanyangiku dan tentunya ku sayangi jua. Mereka adalah kedua orang tuaku dan kedua sahabatku, yaitu Indra dan Tomi. Mama dan Papa sudah berusaha sangat keras untuk mencari seseorang yang mau mendonorkan matanya untukku, tapi mungkin tak akan ada yang mau. Mana ada orang yang merelakan kehilangan kedua matanya. Mereka tau dunia itu indah, penuh warna,mana mungkin mereka ingin menukarnya dengan dunia yang baru yang penuh dengan kegelapan, ya kan? Kecuali orang tersebut telah meninggal dunia. Tapi Mama selalu meyakinkan aku pasti akan ada seseorang yang teramat baik hati yang ingin mendonorkan matanya untukku. Ya, aku selalu mengharapkan keajaiban itu. Dan kedua sahabatku Indra dan Tomi, kata Mama mereka sudah menjadi temanku sejak aku masih kecil. Mereka tetangga rumahku. Indra dan Tomi sama sama duduk di bangku kelas 11 di salah satu SMA favorite di Jakarta. Aku selalu membayangkan dapat melihat mereka langsung. Aku ingin berterimakasih kepada mereka karena mereka telah mau menghabiskan waktunya untuk menemaniku, melakukan hal yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Dan aku mengenal secercah sinar dan warna tersebut dari mereka. Indra itu baik banget, ia tinggi, putih, senyumnya menawan. Begitu jawab mama setiap kali aku tanya tentang ciri fisik Indra. Jika aku dapat melihat nanti, hal kedua yang akan ku lihat adalah melihat senyum menawan milik Indra. Tentunya hal yang pertama adalah melihat kedua orang tuaku, terutama Mama yang sudah ikhlas melahirkanku dengan keadaan buta seperti ini. Dan Tomi, kata Mama juga, dia itu sama baiknya seperti Indra, Tomi juga tinggi, putih, hidungnya mancung tapi yang membedakan Tomi dengan Indra ialah, Tomi memiliki bola mata yang coklat juga gaya rambut yang keren pokoknya, hihi. Aku jadi ingin tertawa membayangakan sosok kedua sahabatku itu. Lamunanku belum usai, tiba tiba aku mendengar suara langkah kaki menuju ke arahku. Mungkin itu salah satu dari mereka. Langkah kaki itu berhenti. Mungkin tepat di depanku saat ini. “Mawar?” ah suara itu. Aku hafal betul dengan suaranya. “Indra?” aku mencoba meraih baju Indra. Sepertinya Indra sekarang duduk tepat disebelahku. “Ini War buat lo!” Indra memberiku sesuatu, aku tak perlu lagi bertanya apa yang telah Indra berikan untukku. Aku sudah teramat sering menerima ini. “Warna apa dra?” kali ini pertanyaanku berbeda. Mungkin saja Indra memberiku warna yang berbeda. “Merah War,” ujar Indra sambil tertawa kecil. “Gue pengen deh mencium bunga mawar yang lain, ada banyak warna kan dra? Wanginya beda beda juga ya dra?” aku mencoba merasakan aroma yang sudah tak asing lagi di penciumanku, mawar merah. “Iya, nanti gue beliin warna yang lain. Banyak ko war. Ada warna putih, merah muda bahkan ada yang batik. Mungkin wanginya juga beda war. Lo tau gak kenapa gue kasih lo yang warna merah terus?” aku juga sempat bingung sih, kenapa Indra memberiku bunga mawar yang sama setiap hari, baguslah jika ia menanyakannya. “Gak tau dra, emang kenapa?” tanyaku sambil tersenyum. “Lo tau gak kalo mawar merah itu lambang cinta? Lo tau juga gak kenapa orang tua lo ngasih nama lo mawar? Orang tua lo itu sayang war sama lo, begitu juga gue. War, bunga mawar merah itu indah, sama kaya lo. Lo itu indah war..” apa benar semua pernyataan Indra tersebut? Aku semakin bingung di buatnya. “Maksud lo apa dra? Gue gak ngerti” aku merasa tangan Indra meraih tanganku dan menggenggamnya. “Gue sayang sama lo war. Gue mau liat lo bahagia. Kebahagian lo kebahagian gue” genggaman itu makin kuat, aku merasakannya. “Dra, lo itu normal, sedangkan gue? Gue buta dra. Gue gak mau lo sedih, gue gak mau bikin lo susah” sebenarnya aku pun merasakan apa yang Indra rasakan, tapi aku sadar, aku tak pantas di cintai orang sebaik Indra, aku tak seperti Indra atau manusia lainnya. Aku buta. Kini genggaman tangan Indra melemah. Aku tak bermaksud menyakitinya. “Tapi gue cinta sama lo...” suara Indra pun melemah, aku merasakan ada sesuatu yang membasahi tanganku. “Dra, maafin gue. Tapi gue gak bisa,” aku menundukkan kepalaku dalam dalam, aku tak bisa membayangkan perasaan Indra saat ini, sungguh aku tak bermaksud menyakiti Indra. “Oke, gue ngerti ko war. Maafin gue ya war” Indra tertawa kikuk.
“Makasih dra, seharusnya gue yang minta maaaf sama lo, maafin gue ya dra” keadaan pun jadi hening. Indra hanya terdiam. Aku merasa sangat bersalah pada Indra. Tapi keadaan diriku yang memaksa. Aku mendengar langkah kaki menuju ke arahku, pasti itu Tomi, baguslah ia datang tepat waktu. “War, lo udah makan?” pertanyaan itu yang slalu ia tanyakan setiap kali aku bertemu dengannya. “Udah ko Tom. Lo dari mana?” aku makin tak enak hati, Indra masih terdiam. “Gue abis nganterin cewek gue war, Dra lo kenapa? Tumben diem aja” aduh Tomi kenapa lagi pake tanya Indra. Aku semakin tak enak hati pada Indra. Indra pun tak menjawab pertanyaan Tomi. Tiba tiba aku mendengar handphone Indra menjeritkan ringtone, karena suara itu terdengar jelas di sebelahku. Indra pun mengangkat telpon itu. Suara Indra terdengar sangat bersemangat ketika menerimanya. “Telpon dari siapa dra?” tanya Tomi setelah Indra menutup telpon. “Tante Widya Tom.” Hah? Itu telpon dari mama. Ada apa ya? “Mama bilang apa dra?”
“Rahasia, yuk ikut sama gue” Indra langsung berubah menjadi ceria lagi, baguslah. Tapi Indra mau membawaku kemana? Lalu apa hubungannya dengan telpon dari mama barusan? Aku pun menuruti ajakan Indra. Ternyata Indra dan Tomi membawaku ke rumah sakit. Disana ada Mama dan Papa. Kata mama ada yang mau mendonorkan matanya untukku. Trimakasih Tuhan, keajaiban itu datang, betapa bahagianya aku mendengar hal tersebut. Tetapi sang pendonor telah meninggal, ia sakit. Aku dan yang lain menunggu cukup lama untuk proses persetujuan, mama terus memelukku. Aku merasakan ke khawatiran mama. Setelah menunggu beberapa lama datang seseorang dari keluarga sang pendonor, ia tak setuju untuk melakukan operasi mata, dan operasi di batalkan ia ingin keluarganya tersebut di makamkan secara utuh, tak kurang satu apapun. Betapa kaget mama mendengar pernyataan itu, mama langsung pingsan. Aku pun sangat kecewa. Indra dan Tomi berusaha untuk menenangkanku, cairan bening pun keluar dari mataku. Aku tak dapat menahannya lagi. “Udah war, jangan nangis. Mungkin emang belum waktunya. Sabar ya war” Tomi mencoba menyemangatiku. “Mungkin gue emang di takdirin buat buta selamanya tom.” “Huss, lo gak boleh bilang kaya gitu War, gue yakin suatu saat nanti lo pasti bisa liat.”

“ Tapi dra...”  “Udah, lo harus yakin dan bersabar. Yaudah yuk sekarang kita pulang. Mama lo biar om Yudha sama Tomi yang urus.



Setelah kejadian beberapa hari lalu, aku tak mau keluar rumah. Aku hanya berdiam diri di kamar. Aku pun menolak Tomi dan Indra untuk menemaniku. Namun Indra tetap memberiku mawar merah setiap harinya. Entah sudah berapa banyak mawar merah yang aku terima dari Indra, entah berapa banyak juga mawar merah yang sudah di buang oleh Mama karena sudah layu. Namun semua surat yang datang bersama mawar merah tersebut selalu ke simpan. Entah apa isi dari surat itu. Indra teramat baik. Aku pun tak bisa membohongi perasaanku. Namun, aku selalu sadar untuk tidak berharap lebih. Karena itu memang lebih baik. Indra pantas mendapatkan kebahagiannya. Lama kelamaan aku bosan di kamar, aku meminta mama untuk membawaku ke taman yang tidak jauh dari rumah. Ternyata Tomi berada di sana juga. Tempat ini memang tempat aku, Tomi dan Indra bermain. Tapi kali ini Tomi sendiri. Tomi tak tahu Indra kemana. Beberapa hari belakang ini Indra jarang sekali keluar rumah. “Tom, apa Indra baik baik saja?” aku mulai khawatir dengannya. “Iya war, dia baik baik aja ko. Cuma jarang keluar rumah aja.” Tapi aku merasakan sesuatu yang buruk terjadi pada Indra. Tetapi Tomi terus meyakinkan aku bahwa Indra memang baik baik saja. Dua minggu telah berlalu, Indra tetap seperti itu. Mengurung diri di rumahnya. Kiriman mawar pun dua minggu ini aku tak menerimanya, berarti Indra hutang 14 mawar padaku. Tetapi aku terus mengkhawatirkan keadaan Indra. Yasudahlah, mungkin Indra sedang tak ingin di ganggu. Keesokan harinya Tomi datang kerumahku. Ia bilang ada seseorang yang ingin mendonorkan matanya untukku. Semoga kali ini keajaiban itu benar benar menghampiriku. Mama dan Papa segera membawaku ke rumah sakit untuk operasi hari ini juga. Hatiku berdegup. Tuhan, semoga operasi ini berjalan lancar. Doa ku dalam hati. Mama terus menggenggam erat tanganku sebelum operasi di mulai. “Ma, siapa orang yang teramat baik ini?” tanyaku sebelum operasi. “Orangnya sudah meninggal sayang.” “Keluarganya setuju ma? Kalau dia memberikan matanya untukku?” aku tak mau hal yang sama terulang. “Iya sayang, semuanya sudah setuju” operasi pun di mulai. Semuanya menunggu di luar. Aku terus berdoa agar operasi ini berjalan lancar. Tiga jam akhirnya berlalu, operasi berjalan lancar. Dokter perlahan membuka perban di mataku. Perlahan aku melihat secercah sinar. Perlahan semuanya terlihat jelas. Kini aku bisa melihat Mama, Papa. Mereka segera memelukku. Mama menangis bahagia melihat diriku kini. Trimakasih Tuhan, keajaibanMu ini sungguh luar biasa. Aku pun tak kuasa menangis melihat mama menangis. Di sebelah papa ada seorang pemuda tampan yang sedang berdiri mempehatikan aku. Mungkin itu Indra atau Tomi. “Selamat ya war. Sekarang lo udah bisa liat” ah itu suara Tomi. “Tomi...Oh iya Indra kemana?” “Dia lagi pergi ada urusan penting katanya. Dia juga minta maaf karna gak bisa nemenin lo war” jawab Tomi. Mama dan Papa pun hanya terdiam sambil tersenyum kecil. Keinginanku untuk melihat senyum Indra pun tertunda. Aku segera di ajak pulang oleh mama dan papa. Aku tak sabar ingin melihat tempat tinggalku selama ini. Sesampainya di rumah aku melihat satu bucket bunga. Itu pasti mawar merah. Ternyata mawar merah memang benar benar indah dan cantik. Satu bucket mawar merah itu berisi 14 tangkai. Tak salah lagi ini pasti dari Indra. Dan ada banyak surat di bawah bucket itu, aku meminta Tomi untuk membacakannya. “Mawar indah untuk Mawar yang Indah” semua surat itu isinya sama. Aku begitu bahagia melihat semua mawar dan semua surat itu. Sungguh Indra adalah orang yang teramat baik. Di samping bucket itu pun terdapat sebuah recorder. Play!.
“War, pasti sekarang lo udah bisa liat yah? Selamat yah. Gue bisa bayangin gimana kebahagiaan lo saat ini. Gue minta maaf yah kalo gue gak bisa hadir di saat bahagia lo. Pastinya gue ikut bahagia, kalo lo bahagia. Lo liat deh amplop yang warna merah itu!. Itu semua foto kita berdua, hasil jepretannya Tomi...” Pause!. Aku segera membukanya. Ternyata semuanya benar. Aku ingat semua foto foto itu. Saat itu aku, Indra dan Tomi sedang berada di taman, kita sangat bahagia ketika itu. Dan aku pun kini dapat melihat kebahagian Indra melalui senyumnya yang terlihat jelas di foto. Play!. “Bagus bukan? Gue selalu bahagia saat lo bahagia. Gue juga gak pernah bohong kalo gue emang sayang dan cinta  banget sama lo. Gue mau ngebahagiain lo. Oh iya, satu bucket mawar merah itu hutang gue sama lo, sekarang lo udah bisa liat mawar merah kan? Indah kan war? Itu alasan gue kenapa gue selalu kasih mawar merah buat lo. Lo tuh indah sama seperti mawar merah. Kalo lo tanya kenapa gue ngilang gitu aja selama dua minggu? Kenapa gue saat ini gak ada di saat bahagia lo, itu karna gue gak mau lo sedih karna gue war. Sekarang gue akan pergi jauh dari hidup kalian, entah kapan kita akan bertemu, mungkin tidak untuk selamanya. Tapi gue udah tenang ko, karena keajaiban yang lo tunggu tunggu akhirnya datang. Gue berharap lo selalu nempatin gue di hati lo. Gue juga akan demikian. Gue harap lo gak akan sedih lagi. War, kalo lo suatu saat nanti kangen sama gue, lo tinggal bercermin, karna dari situ lo dapat lihat gue, dan lihat cinta gue. Indra selalu sayang Mawar.” Aku langsung terjatuh ketika selesai mendengarkannya. Aku tak dapat ,menahan tangis ku. Jadi orang yang teramat baik hati yang rela mendonorkan matanya untukku adalah Indra. Orang yang selalu setia menemaniku, orang yang selama itu tulus mencintaiku. “Indra.....seharusnya lo gak usah lakukan hal bodoh seperti ini! Gue juga cinta sama lo. Gue lebih baik buta selamanya asal lo selalu ada di samping gue. Gue gak mau menukar kebahagian gue sama orang yang terpenting dalam hidup gue. Lo bodoh dra!!!! Lo bodoh!....” Aku menangis sambil teriak sekencang kencangnya. Aku menyesali perbuatanku, karna aku telah bohong terhadap perasaanku sendiri dan terhadap Indra. Mama, Papa dan Tomi membantuku untuk berdiri. “Maafin gue ya war. Gue gak cerita kalo Indra udah meninggal. Dia itu sakit leukimia war. Itu alasan kenapa dua minggu dia ngurung diri di rumah.” Tomi berusaha menenangiku. “Iya sayang, ini semua udah rencana Tuhan. Kamu sabar ya sayang. Mama tau ko gimana perasaan kamu.”

“Iya sayang, kamu tabah yah.” Papa pun ikut menyemangatiku. Tetapi aku belum bisa menerima semua ini. “Dra, gue akan nempati lo di lubuk hati gue yang paling dalam. Gak akan ada orang yang dapat gantiin posisi lo. Gue sayang lo dra.” Ucap ku dalam hati. Kini, aku akan memulai dunia baruku tanpa Indra..”
SELESAI


Adinda Novita








0 komentar:

Posting Komentar

 

Untaian Kata Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review

Half Purple and Blue Butterfly